THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES ?

Minggu, 08 Juni 2008

Budaya Itu Unsur Seni Bukan Seeeh....

Sempat bingung mw posting apaan lagi.
Tapi setelah mikir-mikir,,,
akhirnya dapat inspirasi juga !
Pas baca sosiologi (bwt remed... ^^;)
malah kepikiran tentang budaya,,
Jadi yasuuud, inilah artikelnyah !


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Pengertian
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika.
Menurut
Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem
norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
organisasi ekonomi
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik)

Wujud dan komponen

Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (Wujud ideal)Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan)Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (karya)Artefak adalah wujud kebudayaan
fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
Kebudayaan materialKebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterialKebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Rabu, 28 Mei 2008

Drama Siti Noerbaya Dipentaskan di ICN

Pada kenal kan sama yang namanya novel Siti Noerbaya???
Itu tuh.. tentang cewe yang dikawin paksa
Nah, ini ade sedikit info tentang drama versionnya,
dibaca ye.... (ga penting amat sih gue!)

LONDON—MI: Drama Siti Noerbaya yang diadaptasi dari buku karya Marah Roesli dan naskahnya disusun sesuai dengan jalan cerita oleh Ibrahim Hakim dari UCL tampil memukau dan menghibur masyarakat Indonesia maupun publik di London.Pementasan drama Siti Noerbaya menjadi acara puncak Indonesia Cuntural Night (ICN) yang digelar pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Imperial College dan London School of Economics (LSE) yang tergabung dalam perkumpulan Indonesian Society, Kamis (13/3) malam.Acara yang digelar di Old Theatre LSE itu, selain pementasan drama Siti Nurbaya, juga ditampilkan tarian Saman dari Aceh yang dibawakan para pelajar Indonesia yang berasal dari berbagai universitas di London dan aksi musik kontemporer.Ketua Imperial Indonesia Society Rizal Arif Prasetya mengatakan, setiap tahunnya para pelajar Indonesia di kedua universitas yang tergabung dalam Indonesian Society menggelar pementasan kebudayaan Indonesia yang dikenal dengan nama Indonite.Indonite adalam kependekan dari Indonesian Cultural Night, ujarnya sambil menambahkan bahwa acara tersebut juga merupakan acara malam dana yang sebagian dari pendapatan disumbangkan untuk badan sosial kemanusiaan di Indonesia.Menurut Rizal, kegiatan Indonesia Cultural Night digelar setiap tahunnya. Hanya saja ia tidak tahu persis dimulai sejak kapan."Setahu saya sudah empat tahun belakangan ini Indonite digelar," katanya.Rizal mengakui bahwa para pelajar Indonesia merasa bangga bisa menyelenggarakan acara setiap tahunnya yang dari tahun ke tahun selalu berkembang, baik dari segi variasi acara, jumlah pengunjung hingga uang yang berhasil dikumpulkan.Dikatakannya, acara ini bertujuan untuk menunjukkan kreativitas para pelajar Indonesia, selain menjadi malam berkumpulnya pelajar dan masyarakat Indonesia di London dalam rangka menjalin keakraban dengan sesama juga menjadi media untuk memperkenalkan keragaman budaya Indonesia kepada masyarakat London.Rizal mengakui bahwa peserta Indonite tidak hanya berasal dari pelajar Indonesia tetapi mereka juga mengajak rekan rekan pelajar dari berbagai negara.Bahkan yang memerankan Siti Nurbaya adalah seseorang berkebangsaan Kanada, ujarnya.Diakuinya , persiapan untuk pementasan drama Siti Noerbaya dilakukan sejak Januari ketika naskah drama dapat diselesaikan. Diharapkannya pada tahun-tahun berikutnya tradisi Indonite dengan konsep yang lebih beragam dan juga adanya kerja sama dengan KBRI serta berbagai sponsor.
oleh jazminabila seorang

Film juga Seni??

Ini merupakan salah satu jenis film komedi romantis yang dipromosikan di kompas...

Drama Tak Romantis

Ini kisah tentang Max Skinner (Russel Crowe), seorang pialang saham yang bermukim di London, Inggris. Ia licin dan licik dalam menjalankan strategi jual-beli saham. Gejolak harga saham berikut ritme kerja serba cepat menjadikan pribadi Max tak peduli, kurang hangat, dan egois.Tapi berita kematian pamannya, Henry Skinner (Albert Finley), menjadi awal yang mengubah kehidupannya. Berita itu menerbangkannya dari London yang dingin dan kaku ke negeri dengan kehangatan dan cinta: Provence di bagian tenggara Prancis.Max sosok yang materialistis. Melalui pengacaranya, ia mau menjual kebun anggur milik sang paman di Luberon, Provence. Tapi pertemuannya dengan seorang gadis bernama Fanny Chenal (Marion Cotillard) di sana kemudian mengubah dirinya. Ia menjadi seorang hangat dan penuh cinta.Cerita di atas adalah cuplikan film A Good Year yang akan diputar di bioskop-bioskop Cineplex 21 di Indonesia. Kisah ini diangkat dari novel laris Peter Mayle pada 2004. Ini adalah film drama komedi romantis. Sayang, sisi romantisnya kurang kuat.Versi masyarakat Inggris, pemasangan Russel Crowe dalam film ini tidak pas. Selain itu, di Prancis kisah ini dianggap klise. Terbukti, film A Good Year merugi US$ 20 juta dari biaya US$ 35 juta. Film ini hanya reuni Russel Crowe dan Ridley Scott setelah Gladiator.Crowe pemain dalam Gladiator (2000), sedangkan Scott adalah sutradaranya. Selain Gladiator, Scott pernah menyutradarai film-film lain, antara lain Kingdom of Heaven (2005) dan Black Hawk Down (2001). Sayang, A Good Year tak sebagus film-film Scott tersebut.Kelebihan film ini terletak pada gambar-gambar yang indah: sebuah kebun anggur seluas 11 hektare di Luberon. Ini hasil bidikan direktur fotografinya, Phillipe Le Sourd, yang namanya menjadi nomine sinematografi terbaik dalam Satellite Award 2006.

Judul : A Good Year
Cerita : Marc Klein dan Peter Mayle (novel)S
utradara: Ridley Scott
Pemain : Russel Crowe, Archie Punjabi, Freddie Highmore, Albert Finley
Jenis : Komedi dan drama romantis
Produksi : Fox 2000 Picture





_jazminabila_
aduh...masa gue mulu yang posting.
ayo dunx yang smangat postingnya!
demi nilai mulok juga lho...

Teater Salah Satu Jenis Seni

Inilah salah satu tokoh teater Indonesia ~W.S.Rendra~ :

Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah

Masa Kecil
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru
Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu.

Pendidikan
Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota
Solo.
Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke
Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.

Rendra sebagai Sastrawan
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis
puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa
Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival,
New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Bengkel Teater
Pada tahun 1961, sepulang dari
Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.

Penelitian tentang Karya Rendra
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.

Penghargaan
Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Kontroversi Pernikahan, Masuk Islam dan Julukan Burung Merak
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton
Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi
Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti tak lama kemudian.

Beberapa karya

Drama
Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
SEKDA (1977)
Mastodon dan Burung Kondor (1972)
Hamlet (terjemahan dari karya
William Shakespeare, dengan judul yang sama)
Macbeth (terjemahan dari karya
William Shakespeare, dengan judul yang sama)
Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya
Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
Kasidah Barzanji
Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya
Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de Troie n'aura pas lieu")

Sajak/Puisi
Jangan Takut Ibu
Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
Empat Kumpulan Sajak
Rick dari Corona
Potret Pembangunan Dalam Puisi
Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!
Nyanyian Angsa
Pesan Pencopet kepada Pacarnya
Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
Perjuangan Suku Naga
Blues untuk Bonnie
Pamphleten van een Dichter
State of Emergency
Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
Mencari Bapak
Rumpun Alang-alang
Surat Cinta
Sajak Rajawali
Sajak Seonggok Jagung

Pameran Seni Lukis 'Sketch of Jogja'

sketch-of-jogja.jpg

Karya Mulyo Gunarso
16 November - 16 Desember 2007
Museum Lounge, Yogyakarta Grand Mercure Hotel
Jalan Jendral Sudirman No 9, Yogyakarta 55233
Penyelenggara: Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara
Yogyakarta

Bertempat di Museum Lounge, Yogyakarta Grand Mercure Hotel; Jogja Gallery [JG] mempresentasikan karya-karya sketsa goresan perupa muda Mulyo Gunarso [lahir di Kediri, 1979]. Mulyo menempuh studinya di Fakultas Seni Rupa [FSR], Institut Seni Indonesia [ISI], Yogyakarta dalam kurun waktu 2001 - 2006. Mulyo Gunarso dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Kesederhanaan personality-nya tersebut toh pada akhirnya tergambar pula di 20 karya sketsa yang bisa dinikmati bersama arsitektur khas Yogyakarta Grand Mercure Hotel kali ini. Pada kesempatan presentasi kali ini, Mulyo banyak menampilkan dominasi warna sephia monokrom. Dengan teknik cat air di atas kertas, Mulyo mampu menggambarkan suasana familiar sudut-sudut kota di Yogyakarta, seperti Alun-alun Selatan, Tamansari, suasana pasar, sudut-sudut arsitektur Yogyakarta Grand Mercure sendiri hingga Candi Prambanan dan Borobudur tak ketinggalan turut ditorehkannya. Tak mengherankan memang, dalam deretan prestasinya, Mulyo Gunarso mendapat penghargaan di tahun 2002 sebagai sketsa terbaik dan seni lukis cat air terbaik dari perguruan tinggi yang diampunya. Selamat menikmati presentasi kali ini.

Tentang Jogja Gallery

Jogja Gallery [JG], sebagai 'Gerbang Budaya Bangsa' berdiri di Yogyakarta, 19 September 2006. Diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY], Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bertempat di 0 (nol) kilometer atau Alun-alun Utara, berada di kawasan heritage, pusat kota Yogyakarta, menempati bekas gedung bioskop Soboharsono (berdiri 1929) yang telah berfungsi sejak jaman penjajahan Belanda. Jogja Gallery sebagai galeri seni visual yang didirikan oleh PT Jogja Tamtama Budaya, bekerja sama dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (selaku pemilik tanah dan bangunan) membawa peran penting yaitu sebagai media pertemuan antara pekerja seni dengan masyarakat luas. Program pelayanan publik yang telah dirancang antara lain pameran berkala, kerja sama non pameran, friends of Jogja Gallery, perpustakaan, art award forum, lelang karya seni, art shop, kafe dan restoran.

Kamis, 03 April 2008

PERAWATAN KARYA SENI RUPA LUKISAN

Tindakan perawatan koleksi seni rupa dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan perawatan koleksi yang meliputi kegiatan berikut:

Penyimpanan
Karya-karya seni rupa koleksi Galeri Nasional Indonesia sebagian besar di tempatkan di ruang penyimpanan (storage) yang sudah memenuhi persyaratan peyimpanan karya seni rupa karena ruang penyimpanan tersebut sudah dilengkapi dengan fasilitas mesin penyejuk ruangan, alat pengatur suhu udara, lemari kayu, panel geser, panel kawat dan panel kayu, serta dilengkapi juga dengan alarm system sebagai sarana pengamanannya.


Ruang simpan koleksi

Pendokumentasian
Pendokumentasian yang dilakukan di Galeri Nasional Indonesia adalah berupa Dokumentasi Pencatatan dan Dokumentasi Visual yang antara lain meliputi dokumentasi kegiatan, dokumentasi penerbitan dan dokumentasi koleksi.

Untuk dokumentasi koleksi Galeri Nasional Indonesia dilakukan dengan cara pembuatan catatan data dan informasi detail dari masing-masing koleksi(inventarisasi koleksi), pembuatan foto/slide tiap-tiap koleksi, pembuatan katalog koleksi, data-base dan CD-Rom.


Kegiatan pendokumentasian koleksi

Konservasi dan Restorasi
Perawatan atau konservasi terhadap karya-karya seni rupa koleksi Galeri Nasional Indonesia dilakukan melalui upaya-upaya penanggulangan dari kemungkinan terjadinya kerusakan koleksi, baik melaui upaya pencegahan (preventif care) maupun perawatan khusus (treatmen) terhadap koleksi yang sudah mengalami kerusakan.



Dalam hal perawatan ringan (instant conservation) dan perbaikan sederhana (instant restoration) dilakukan dengan cara membersihkan debu dan kotoran atau mengganti spanram dan pigura, tetapi untuk penanganan khusus, terutama terhadap koleksi yang mengalami kerusakan secara fisik, biotis dan kimiawi dilakukan dengan prinsip konservasi dan restorasi secara profesional. Galeri Nasional Indonesia memiliki Tim Ahli (Restorator/Konservator) dan ruang Laboratorium dengan perlengkapan yang relatif cukup memadai.




Proses Konservasi dan Restorasi

Contoh Hasil restorasi:
Laporan 81 - 21/KSr.2a
Judul karya: Balinese Girl Looking Through the Window (1957)
Ukuran karya: 75x90 cm Media Karya: C.minyak- kanvas

KONDISI BENDA SEBELUM DIRESTORASI

1. Kotor banyak debu yang melekat;
2. Varnish lama telah menguning;
3. Banyak cat di bagian kanan dan bawah terkelupas;
4. Kanvas bagian tepi agak rapuh;
5. Paku dan starples untuk melekatkan kanvas ke spanram berkarat merusak kanvas.

Karya sebelum di restorasi

KONDISI BENDA SETELAH DIRESTORASI

1. Dibersihkan dengan teknik kering (Vacum cleaner, kuas, dll):
2. Penguatan struktur kanvas dan cat dengan PVA sol;
3. Pembersihan kotoran yang melekat dan varnish yang menguning dengan pelarut: terpentine, alcohol dan white spiritus;
4. Penambalal bagian tepi kanvas yang berlobang dengan kain linen dan perekatnya Beva film;
5. Pemasangan kanvas kembali ke spanram;
6. Pendempulan bagian kanvas berlobang dilanjutkan pentusiran cat;
7. Revarnishing.

Karya setelah di restorasi




Wahai...anggota kelompok art !
masa cuma gue doang yang posting ?
kalia juga nge - post juga ya...
kutunggu nih ...!
nanti g dpt nilai lho... >_<


_jazminabila_

Pameran Seni Serat Berlima

Lima perupa ITB ini memperlihatkan perkembangan mutahir seni serat kita, yang masih dominan menggunakan medium benang. Mereka belum dapat sepenuhnya meninggalkan tapestri, yang bertolak dari tradisi tenun dan rajut. Namun, pada pameran yang berlangsung di galeri Lontar Jakarta (7-31 Maret 2002) ini dapat melihat pelbagai eksperimentasi lain yang tegas mengarah ke perkembangan kria kontemporer. Salah seorang diantara mereka bahkan mencoba menempatkan seni serat pada fungsinya sebagai gaya hidup metropolitan, khususnya dunia mode.

Sweet Lolly-Lontar Gallery 2

Dian

Pameran seni serat belum begitu sering kita saksikan, dan kalau pun ada lebih sebagai penumpang pada peristiwa pameran seni atau kria kontemporer yang menyajikan keragaman dalam wacana seni rupa. Kita misalnya pernah melihat seni serat pada JADEX 1992, Media dalam Media 1999, Pameran Kria dan Rekayasa 1999, Pameran Kria Kontemporer Indonesia 2001 dan lainnya.

Lima perupa seni serat yang berpameran di galeri Lontar ini antara lain; Biranul Anas, hampir tiga dekade menekuni seni serat tanpa henti, dan paling banyak mengikuti pameran. Ia satu-satunya dari Indonesia yang pernah mengikuti Triennale Tapestry di Polandia. Sementara empat lainnya adalah generasi muda seni serat yang karya-karyanya lebih progresif. Semua adalah lulusan studi Desain Takstik FSRD ITB, yang kini dalam proses mengubah diri menjadi studi Kria Tekstil.

Biranul Anas banyak menampilkan media campuran di di atas tenun. Karyanya terasa puitik dan cenderung format vertikal. Tapi, nampaknya ia tak ingin terjebak dalam kecendrungan terlalu manis, dan sekadar enak dipandang mata. Pada sebagian karya lainnya, ia meredam keriuhan warna dengan bentuk-bentuk geomatris dan dekoratif. Di sini kita menikmati pencapaian irama, komposisi, haromni, dan sekaligus kontras.

Asikin and John

Dian, Tiarma, Biranul Anas and John (Kahfiati)

Ketrampilan teknis dan pengolahan medium yang sangat intens, merupakan sisi menarik pada karya-karyanya. Ia misalnya bisa setangkas pelukis dalam mengolah warna dan bentuk, dengan material yang hanya dijalin, diikat. Ini merupakan teknik tapestri paling tua dalam seni serat, dan menjadi dasar pengembangan sejumlah karya-karyanya. Anas juga berupaya ke luar dari kelaziman, misalnya membuat sejumlah tapestri dengan menghilangkan struktur horisontal, dan membiarkan struktur vertikalnya saja, sehingga nampak terawang seperti tirai. Ini terlihat umpamanya pada karya Roto II dan Kisi-Kisi Biru (2001).

Dian Widiawati, seperti membawa misi lingkungan, mengembangkan karya lewat serat alam. Ia berangkat dari sampah tanaman pisang, yang tidak produktif lagi. Dari sini, ia memberi nilai baru pada material lokal yang mudah didapatkan di pelbagai tempat itu. Semangat menjaga lingkungan, itu juga nampak pada penggunaan zat warna yang didapat dari alam, seperti kunir, sirih, secang, mahoni, indigo, gambir dan kesumba. Material ini di masa lalu dipakai sebagai pewarna pada kain tradisional. "Saya berusaha mengurangi pemakaian zat yang dapat merugikan lingkungan," ujar Dian menegaskan sikapnya.

Sementara Kahfiati menampilkan karya-karya yang cendrung dekaoratif. Ia tertarik pada medium sutra. Adapun John Martono, menggunakan benang wol.

Kendati masih membuat beberapa tapestri, ia juga mencoba merambah ke bentuk-bentuk bebas dari benang-benang itu. Ia menampilkan pelbagai percobaan, seperti yang umum kita lihat pada kecendrungan kria sehari-hari. Ia melihat benang sebagai material bebas yang tak harus terikat pada citra tertentu saja.

Tiarma Sirait masuk ke dalam budaya massa. Ia menempatkan seni serat ke dalam fungsinya pada kehidupan metropolitan, yang gila mode. Kekongkritan kuat terlihat pada karya-karyanya, diantaranya berupa pakaian, sepatu, sarung kursi, sarung meja, dan topi. Semua terbuat dari bulu. Ada juga karpet yang dikerjakan dengan teknik pile wave. Tiarma sesungguhnya membuat parodi metropolitan, dengan meminjam idiom dunia mode yang serba artifisial dan penuh ironi.

Kelima perupa ini dalam pengamatan Asikin Hasan, kurator galeri Lontar Jakarta, kuat memperlihatkan keragaman dalam seni serat kita. Namun dalam segi medium, mereka nampak punya mura yang sama, khususnya menggunakan benang dan material yang kurang lebih dekat jenisnya dengan itu.

Luasnya medium serat, seringkali menggoda kita untuk bertanya. Kenapa mereka tidak mencoba medium lebih keras? Misalnya, serat gelas, serat baja dan lainnya yang dapat membuat karya tidak hanya digantung, tapi bisa ditempatkan di lantai, ditata dengan segala macam kemungkinan. Instalasi seni serat, barangkali.

Tiarma and Goenawan Mohamad

Perkembangan seni serat

Karya-karya seni serat pun belum cukup banyak. Kenyataan menunjukkan karya yang dipamerkan itu-itu saja, sebagian besar telah ditampilkan berulang kali di tempat lain. Ada keengganan dikalangan perupa yang umumnya memilih seni lukis, masuk ke media baru yang dalam prosesnya cukup makan waktu dan keahlian khusus ini.

Lulusan Desain Tekstil FSRD ITB yang memiliki tradisi paling dekat dengan seni serat, bahkan lebih memilih jalan aman, bekerja pada industri, berwiraswasta, menjadi dosen atau birokrat kampus. Ragu masuk ke arena laga, takut membuat ekperimen dan berkarya bebas di luar order, yang dapat memperkaya wacana seni serat. Jumlah kendala menyebabkan sulitnya melahirkan perupa serat, salah satunya suasana tidak kondusif dunia perguruan tinggi seni rupa kita.

Seperti diketahui, studi desain tekstil dibangun pada tahun 1972 di ITB, itu tak ditujukan dalam rangka 'sen pakai', melainkan diarahkan pada 'seni terapan' bisa juga disebut "seni pakai" atau "desain", yang orientasinya melayani kebutuhan industri perkotaan, umumnya industri tekstil. Walaupun di sera 80-an muncul perupa seni serat dari sana seperti; Yusuf Affendi, Biranul Anas, Ratna Panggabean dan lainnya, itu bukan tujuan, melainkan hanya efek samping dari pendidikan desain tekstil. Di bidang seni serat, boleh dibilang mereka berkembang secara otodidak.

Kehadiran perupa seni serat tidak dapat dilepaskan dari tumbuhnya cara pandang baru di arus utama dalam melihat gejala rupa. Pemandangan baru itu mulai nampak pda akhir 50-an dan awal 60-an yang menenggang seluas-luasnya keragaman dalam berkarya. Di masa itu istilah new fiber (seni serat baru) telah menjadi pembicaraan di Amerika dan Eropa Tengah, salah satu produknya tenunan tapestri.

Gelombang besar perubahan ini menaikkan citra baru seni serat. Pada 1969 untuk pertama kali, dibawah bendera Seni Serat Kontemporer Amerika, seni serat masuk ke ruang pamer bergengsi Museum Seni Modern, New York City. Sebelumnya pada 1962, telah berlangsung International Biennial of Tapestry di Switzerland.

Menyusul beberapa peristiwa penting, diantaranya sejak 1972 International Textile Triennial-Art Fabric & Industrial Textile, Polandia. Lalu, International Exhibition of Miniature Textile, British Crafs Center, London, UK, International Biennial of Miniature Textile, Hongaria.

Di Jepang selain mendapat inspirasi dari perkembangan baru ini, juga banyak dipengaruhi Gerakan Seni Rakyat (Folkcraft Movement) yang dalam bahasa Jepang disebut sebagai Mingei. Pada 1956 muncul Asosiasi Desain Kerajinan ( Japan Designer Craftsman Association) Berikutnya karya-karya tapestri mulai ditampilkan, terutama di Museum Seni Modern, Kyoto. Pengaruh perkembangan baru dalam seni serat ini segera merebak kepelbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Asikin Hasan.

Kamis, 13 Maret 2008

Karya Seni tentang Prambanan

Sebanyak 29 seniman Yogyakarta memamerkan karya mereka tentang Candi Prambanan di Jogja Gallery, Yogyakarta, 23 November hingga 16 Desember 2007. Karya-karya mereka berbentuk foto, lukisan, patung, keramik, dan tekstil.

Ada 37 karya yang dipamerkan. Para seniman yang mengikuti pameran bertajuk "Shadows of Prambanan" ini antara lain Pande Ketut Taman, Jouhan Jayhari, Ugy Sugiarto, Heru Purwanto, Pius Sigit Kuncoro, I Kadek Agus Ardika, I Made Supena, dan Andre Tanama,

Arsitek tenar Yogyakarta, Eko Agus Prawoto, ikut memeriahkan pameran dengan karyanya dari bambu dan batu yang dinamai In Search of the Permanence. Di sini juga fotografer Darwis Triadi memamerkan foto Prambanan yang porak-poranda akibat gempa dan Dwi Suyamto tampil dengan karya Shinta Boyong dan Roro Jonggrang dengan memakai digital print vinyl.

Pemilihan Prambanan sebagai tema pameran bertujuan menyingkap sejarah situs warisan dunia sekaligus memperlihatkan proses rehabilitasi pascagempa dua tahun silam. "Sekaligus mendukung dialog budaya lintas kepercayaan di antara masyarakat sekitar candi," kata Mikke Susanto, kurator pameran.

by : _jazminabila_
taken from : Tempo

Pameran Seni Kikir Logam Judiono Soeleiman

BANDUNG, – Bertempat di Galeri Soemardja, dari tanggal 6–18 Oktober akan berlangsung pameran seni kikir logam karya Judiono Soeleiman. Judiono menamatkan pendidikannya di IKIP Yogyakarta pada tahun 1979 sebelum bekerja pada PT. IPTN (sekarang PT. DI, red). Meskipun selama 54 tahun hidupnya ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang seni, namun ia menamai kerajinan logam yang dibuatnya dengan nama seni kikir logam alumunium. Berbagai miniatur kendaraan yang dibuat dari plat mobil bekas seperti miniatur helikopter, kapal laut, mobil, hingga panser, dipamerkan. Untuk melengkapi pameran ini, juga akan digelar workshop yang berlangsung tanggal 9–11 Oktober, juga bertempat di Galeri Soemardja.


“Karya–karya Pak Joediono ini sengaja dipamerkan oleh Galeri Soemardja sebagai upaya untuk membuka pelbagai kemungkinan–kemungkinan. Misalnya, pemanfaatan limbah plat mobil, lebih jauh kelak alumunium serta berbagai jenis logam lainnya. Kemungkinan lain adalah memperbincangkan kerajinan logam, seperti yang dinamai sendiri oleh Pak Judiono Seni Kikir Logam Alumunium,” jelas Aminuddin TH. Siregar, Direktur Galeri Soemardja. “Boleh jadi, dalam konteks akademi seni rupa di sini, apa yang telah dikerjakan oleh Pak Judiono ini memiliki potensi untuk dapat dikembangkan. Kemungkinan lain yang bisa dikuak misalnya pemanfaatan teknik tersebut dalam implementasi dunia seni rupa lainnya, sebutlah seni patung, seni objek, dan seterusnya,” lanjutnya.


“Kita tangguhkan dulu ihwal seni atau bukan seni, apalgi benda hasil kikiran Pak Judiono ini dipamerkan terang–terangan di dalam galeri. Saya kira, terhadap suatu kegiatan kreatif, ihwal tersebut kita kesampingkan terlebih dahulu. Sebab, apa yang ditawarkan oleh Pak Judiono dalam pameran ini menarik untuk kit pelajari sebagai teknik yang khusus. Saya kira, seorang seniman sepantasnya membekali dirinya dengan kemampuan teknik (apapun itu) yang kiranya dapat memperkaya dan mempertajam konsepsi–konsepsi seninya.”


by : _jazminabila_
from : itb.ac.id

Senin, 10 Maret 2008

Seni Rupa

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.

Seni rupa dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu seni rupa murni, kriya, dan desain. Seni rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan eksresi pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan fungsi dan kemudahan produksi.

Secara kasar terjemahan seni rupa di dalam Bahasa Inggris adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine art menjadi lebih spesifik kepada pengertian seni rupa murni untuk kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual arts.

Seni rupa murni

Patung Pieta oleh Michaelangelo
Patung Pieta oleh Michaelangelo

Desain

Kriya

Kursi rotan sebagai hasil karya kriya
Kursi rotan sebagai hasil karya kriya
by : _jazminabila_

Minggu, 09 Maret 2008

Seni

Hay... gue Jazmin nih !
Mau coba posting untuk pertama kali.
Sorry kalo ternyata malah norak.
Tapi baca aja deh ...
Insya Allah ada manfaatnya !

Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).

Dan salah satu contoh seni ( menurut gue ) adalah manga.
And here they are ...

Manga

Manga (漫画) (baca: man-ga, atau ma-ng-ga) merupakan kata komik dalam bahasa Jepang; di luar Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang. Mangaka (漫画家) (baca: man-ga-ka, atau ma-ng-ga-ka) adalah orang yang menggambar manga.

Perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik adalah pembedaan pengelompokan, di mana manga lebih terfokus kepada komik-komik Jepang (kadang juga termasuk Asia), dan komik lebih kepada komik komik buatan Eropa/Barat.

Manga di Jepang

Majalah-majalah manga di Jepang biasanya terdiri dari beberapa judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu bab). Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200 hingga 850 halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga bertahun-tahun.

Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankōbon (atau kadang dikenal sebagai istilah volume). Komik dalam bentuk ini biasanya dicetak di atas kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak atau malas membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki beragam campuran cerita/judul.

Dari bentuk tankōbon inilah manga biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain di negara-negara lain seperti Indonesia.

  • Manga yang khusus ditujukan untuk laki-laki disebut shonen
  • sedangkan yang untuk perempuan disebut shoujo.

Dua penerbit manga terbesar di Jepang adalah Shogakukan (小学館) dan Shueisha (集英社)

Gaya penggambaran

Rata-rata mangaka di Jepang menggunakan gaya/style sederhana dalam menggambar manga. Tetapi, gambar latar belakangnya hampir semua manga digambar serealistis mungkin, biarpun gambar karakternya benar-benar sederhana. Para mangaka menggambar sederhana khususnya pada bagian muka, dengan ciri khas mata besar, mulut kecil dan hidung sejumput. Ada juga gaya menggambar Lolicon maupun Shotacon.

Tidak semua manga digambarkan dengan sederhana. Beberapa mangaka menggunakan style yang realistis, walaupun dalam beberapa elemen masih bisa dikategorikan manga. Seperti contohnya Vagabond, karya Takehiko Inoue yang menonjolkan penggunaan arsir, proporsi seimbang dan setting yang realistis. Tetap, Vagabond dikategorikan manga karena gaya penggambaran mata, serta beberapa bagian yang simpel. Manga juga biasa digambar dalam monochrome dan gradasinya yang biasa disebut tone.

Untuk komik jangka panjang atau yang memiliki ratusan volume, umumnya seiring dengan perkembangan waktu, para mangaka akan mengalami perubahan goresan yang cukup signifikan. Contoh yang umum di Indonesia mungkin karaya Hojo Tsukasa yang dari Cat Eyes berubah menjadi seperti dalam City Hunter. Atau karya lain Ah ! My Goddess yang dimulai sejak 1988One Piece and Naruto pun cukup berubah bila dibandingkan pada goresan volume volume awal. dan sampai sekarang masih terus berjalan.

Format baca

Aslinya bahasa Jepang biasanya ditulis dari kanan ke kiri, manga digambar dan ditulis seperti ini di Jepang. Namun sebelum tahun 2000-an, ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia gambar dan halamannya umumnya dibalik sehingga dapat dibaca dari kiri ke kanan.

Untuk beberapa manga yang tidak mempermasalahkan keadaan terbalik ini, hal semacam ini tidak terlalu dipermasalahkan, namun kerancuan menjadi sangat mengganggu dalam terjemahan manga genre detektif seperti Detektif Conan, Q.E.D atau Detektif Kindaichi yang sering memberikan informasi/petunjuk yang sangat menyesatkan pembaca karena pada bagian cerita di bab depan tidak sesuai dengan hasil deduksi/kesimpulan dari tokoh utama. Bahkan dalam suatu buku cerita, kadangkala hanya satu panel yang dibalik (pada bagian deduksi) yang semakin memperparah inti cerita. (lihat gambar di samping)

Manga pertama yang mepertahankan format seperti format Jepang asli adalah Rurouni Kenshin. Selain itu, beberapa penulis komik seperti Takehiko Inoue yang menciptakan komik Slam Dunk tidak setuju karya mereka diubah begitu saja dan minta agar karya mereka dibiarkan dalam format aslinya. Kini, manga-manga yang terbit di Indonesia biasanya sudah diterbitkan dalam format aslinya kecuali untuk beberapa judul yang telah mulai diterbitkan sebelum tahun 2000-an.

Jenis manga

Banyak dari jenis-jenis ini juga berlaku untuk anime dan permainan komputer Jepang.

Berdasarkan jenis pembaca

  • kodomo (子供) — untuk anak-anak.
  • josei (女性) (atau redikomi) — wanita.
  • seinen (青年) — pria.
  • shōjo (少女) — remaja perempuan.
  • shōnen (少年) — remaja lelaki.

Kategori manga pornografis

Biasanya disebut "hentai" (変態) dalam bahasa Inggris, meskipun istilah ecchi (H) lebih tepat.

_jazminabila_
always.luff.darkness